(Manado, 30 November 2014)
Waktu menunjukkan pukul 07.20. Akupun bergegas ke tempat latihan
diving yang letaknya di salah satu warung pinggir pantai Malalayang. Tepatnya
di tempat aku nongkrong kemarin di sini. Ternyata coach (demikian sebutan untuk instruktur selam) Econ udah berada di
situ. Wah, jadi nggak enak nih keduluan sama instruktur. Hehe…
![]() |
Suasana belajar teorinya kayak gini. Enjoy... |
![]() |
Selamat membaca... :D |
Setelah selesai, pak Econ mulai memberikan teori. Ya, untuk menyelam
pun harus ada ilmunya donk ya, agar bisa paham apa dan kenapa melakukan ini
itu. Pak Econ memulai dengan pertanyaan,”kenapa kamu mau belajar diving?” wew,
gimana ya. Ya suka aja gitu, selama ini cuman snorkeling dan freediving aja,
rasanya kurang puas gitu pak, dan makin penasaran. Kira-kira begitu jawabannya.
Hehe… Ditanya juga pengalamanku sebelumnya yang sebatas snorkeling dan freediving,
yang katanya sudah cukup sebagai “modal awal”. Meski mungkin bisa saja sering
melakukan kesalahan teknik saat melakukannya.
Iya sih, bener… selama ini aku hanya otodidak saja. Hehe…
“freediving itu bagus dan aman, yang penting tahu ilmunya”, kata coach. Bener… bener…
Kemudian coach melanjutkan
dengan menjelaskan tentang struktur organisasi terlebih dahulu. Apa itu POSSI
(Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia), bagaimana afiliasinya dengan CMAS
(Confederation Mondiale des-Activities Sub-aquatiques), berbagai macam
organisasi selam dunia dan Indonesia. Berbagai pengetahuan awal tentang diving
juga dijelaskan. Kalau diperhatikan, cara menjelaskan materi pak Econ hampir
mirip sama salah satu dosen favouritku di STAN dulu. Mengingat kami sama-sama
orang Manado, jadi coach
menjelaskannya pun sering diselipi bahasa Manado dan joke-joke ringan khas kawanua.
Haha…
Coach juga menjelaskan
beberapa tahapan kursus yang akan aku lewati. Yang paling membekas di pikiranku
saat itu adalah saat dikasih tahu kalau selesai sesi praktek di dalam air yang
cuman membutuhkan waktu beberapa menit, “setelah itu kita akan
keliling-keliling…”, katanya. Aseeekkk……!!!!!! Makin antusias donk yaa.. hehe…
Setelah penjelasan beberapa menit itu, akupun disuruh berganti baju
dan bersiap untuk turun. Wow… jadi gerogi. Haha…
Aku disuruh pakai baju selam yang disebut “wet suite” yang lumayan tebal dan ketat. Baru pertama kali pakai
barang beginian. Kalau dilihat-lihat, bajunya mirip ultraman. Hehe… keren :D .
Tak lupa maskernya sudah dikasih sabun yang kemudian harus dibilas sebelum
dipakai nanti di laut. Gunanya agar tidak berembun. Dan benar saja, tidak
berembun. Cara yang murah dibanding yang selama ini aku biasanya membeli antifog bermerek dengan harga berpuluh-puluh
kali lipat lebih mahal dari sabun tadi. Wowww…..

Selama snorkeling, aku perhatikan ternyata lautnya bersih. Ikan-ikan
juga lumayan banyak, meski terumbu karang sangat minim. Aku kira di sini hanya ada batu-batuan saja. Hehe…
Setelah beberapa lama snorkeling, kemudian bersiap untuk turun. Disuruh
mengenakan pemberat berjumlah 4 buah, BCD (rompi buat nyelam) yang sudah
terpasang tabung, regulator dan perlengkapan lainnya yang total semuanya cukup
berat. Aku didampingi oleh coach Econ. Berbekal pengetahuan awal teori tadi,
akupun turun. Aku tahunya, bernafas lewat regulator, turun, equalizing, masker
clearing, dan beberapa pengetahuan awal lainnya. Dan Alhamdulillah prakteknya
lancar-lancar saja.
Oh, ya. Bagaimana cara masker clearing? Gampang. Tinggal dimasukin air
setengah atau penuh, tanpa melepas masker lho ya, kemudian ditahan di bagian
atas masker dengan satu tangan atau dua tangan dengan posisi kepala tegak agak
ke atas, lalu hembuskan nafas lewat hidung, sampai airnya habis di dalam
masker. That simple…!!!
Kalau dilihat di buku pentunjuknya sih, seharusnya latihan awalnya di
kolam. Namun, di sini, langsung di laut, tapi tentu saja di perairan yang
dangkal terlebihdahulu. Meski begitu, menurutku sih bagus ya, karena langsung
terasa sensasi lautnya, dan lebih mudah menyesuaikan dengan kondisi laut di
tahapan selanjutnya yang mungkin lebih dalam. Hehe.. maap, sotoy :D . Yang
penting sih jangan takut dan panik. Santai saja.
Setelah latihan praktek beberapa menit, aku diajak keliling sama coach. Tidak lupa melakukan equalizing untuk menyesuaikan tekanan
air dengan telinga. Apa itu equalizing?
Itu lho, meniup sedikit dengan menutup hidung sehingga seolah ada udara yang
menuju telinga dan terasa agak “plek” gitu di telinga. Bisa juga dengan menelan
ludah atau menggerakkan rahang. Fungsinya adalah untuk menyesuaikan tekanan
yang ada pada rongga tubuh kita yaitu telinga dengan tekanan bawah air di
sekitarnya. Kalau tidak dilakukan, bisa rusak telinga kita.
Sepanjang penyelaman, aku kurang menyadari ternyata coach tadi men-setting sedemikian rupa BCD-ku
agar aku mengapung dengan baik. Pantesan coach ada di sebelah kananku terus. Pokoknya
aku cuman tahu mengayuh pake fins saja. Sesekali coach memberi tanda “ok” dengan jari untuk memastikan kondisiku,
dan kubalas dengan tanda yang sama yang artinya aku baik2 saja. Nah, pas mulai
agak dalam, tiba-tiba telingaku sebelah kiri terasa agak sakit. Wew… langsung
aku memberitahu dengan isyarat tangan juga. Sepertinya telinga sebelah kiri
gagal equalizing. Apa mungkin aku ada
gejala flu ya? Waduh, kalo flu kan nggak boleh diving. Mudah-mudahan nggak keterusan,
biar bisa lanjut latihan diving-nya.
Coach kemudian memintaku agar
agak naik – dengan bahasa isyarat tentunya – untuk menyesuaikan sampai telinga
terasa rileks, melakukan equalizing, dan kemudian perlahan turun. Ih, bener
deh. Rasa sakit tadi hilang dan saat kembali ke bawah udah normal lagi rasanya.
Hehe…
Kami berkeliling melihat-lihat biota laut di perairan yang tidak
terlalu dalam. Ada rangkaian besi berbentuk tulisan “PHILIPS” yang ditumbuhi
terumbu karang, dikerubuti ikan-ikan, ada juga anemone lengkap dengan nemo-nya
:D. Katanya, sudah ada satu perusahaan ternama lagi yang minta dibikinin begituan.
Perjalanan, eh, penyelaman dilanjutkan sampai ke sebuah rangkaian besi
yang belakangan aku baru tahu kalau itu semula adalah sebuah gazebo yang runtuh
karena gelombang. Tentu saja rangkaian besi tadi sudah ditumbuhi terumbu
karang, dan dikerubuti ikan-ikan. Bahkan di sini ada ikan-ikan besar berbentuk
segitiga. Aku tidak tahu namanya, tapi ikan jenis ini sering aku lihat kalau
lagi snorkeling namun ukurannya kecil. Ternyata bisa sebesar ini. Dan yang
mengejutkan lagi, tidak takut dekat-dekat dengan kami. Sesekali ada yang
melintas hanya beberapa centimeter di depan maupun di samping. Wow…
Di area pasir sesekali aku melihat anemone lengkap
dengan ikan badut berukuran besar yang terbilang cukup agresif. Dari jauh saja
ikannya udah menatap kami dengan tatapan menantang. Seolah ingin mempertahankan
rumahnya dari ancaman. Padahal kan kita cuman numpang lewat aja kog. Beneran
deh, sumpah, nggak bakal menggusur kalian yang lucu-lucu itu. Hehe…
Setelah beberapa lama (tapi terasa singkat sih
sebenarnya ;D), kamipun naik ke permukaan. Istirahat sejenak, dan kembali coach
menyampaikan materi tentang pengenalan alat. Aku baru tahu kalau SCUBA itu
adalah sebuah singkatan. Hehe… “Self
Contained Underwater Breathing Apparatus”, demkian kepanjangannya. Dari
pengertian SCUBA tadi, satu persatu alatpun diperkenalkan. Bagaimana cara
memilih alat yang cocok untuk selam, serta praktek bagaimana cara merangkainya hingga
siap diajak menyelam.
Selanjutnya, siap-siap untuk turun dengan praktek yang
ke dua. Kali ini bagaimana cara melayang di dalam laut, dengan om Arie sebagai
asisten instrukturnya. Terlebih dahulu aku mempraktekkan bagaimana
mempersiapkan alat selam sebelum digunakan. Oh, ya. Kali ini ada teman satu
lagi yang ikut diving. Namanya Kres. Kelihatannya dia sudah senior.
DI dalam air, aku disuruh terlebih dahulu melakukan
masker clearing separoh dan penuh, baru kemudian belajar melayang yang disebut
“buoyancy”. Teknik buoyancy ini dilakukan dengan memasukkan maupun mengeluarkan
udara dalam BCD sampai badan melayang di dalam air. Awalnya agak sulit memang,
tapi lama kelamaan akan terbiasa. Oh, ya, teknik ini diseimbangkan pula dengan
pernafasan, karena saat kita menarik nafas akan cenderung menambah daya apung.
Demikian sebaliknya kalau kita menghembuskan nafas.
Dan tentu saja setelah praktek yang hanya beberapa
menit itu, kami jalan-jalan lagi. Rutenya hampir sama seperti sesi pertama
tadi. Ternyata di sini ada ikan pari juga. Baru kali ini lihat ikan beginian
secara langsung. Di area tumpukkan gorong-gorong, aku melihat ada ikan batu
(stone fish) berukuran cukup besar dengan mulut dan rangkaian gigi-giginya yang
menyeramkan. Hehe…
“Besok jam-nya seperti tadi ya,” kata om Arie.
Baiklah. Nggak sabar menunggu besok. Hehe…
bersambung...
bersambung...
***
Tips dari pemula. hehe...- Yang paling pertama adalah jangan panik;
- Jangan sok kuat kalo lagi di dalem laut. Ada masalah dengan telinga (gagal equalizing), langsung kasih tahu instruktur atau buddy;
- Kalo baru pertama pake regulator, kadang tenggorokan terasa kering, dan kalo dipikirin, rasanya pengen batuk gitu. Jangan panik. Telan ludah saja.
- Enjoy;
- Safety.. safety dan safety. Itu yg paling utama.
- Hati-hati, kalo sekali nyoba, bisa bikin ketagihan lho. hehehe...
*****
No comments:
Post a Comment