Search This Blog

Pages - Menu

Saturday 19 January 2013

Senja di Tanjung Pilawang


 
Saat air lagi surut
Ini adalah salah satu tempat favouritku menikmati waktu senja di Tobelo, Halmahera Utara. Tanjung  Pilawang namanya. Sebuah area pantai yang menjadi salah satu objek wisata di Tobelo. Pasirnya hitam, airnya jernih dan tenang. Orang-orang sekitar biasanya menghabiskan waktu sore hari di sini. Ada yang sekedar duduk-duduk di pinggiran pantai sambil menikmati gorengan dan air guraka, ada yang bermain bola, ada yang mandi atau bermain air, dan ada yang hanya sekedar kumpul-kumpul saja. Lokasinya yang sangat dekat dengan pusat kota Tobelo, hanya beberapa menit saja, membuatnya sering ramai di sore hari.

Ada yang jualan Air Guraka dan Pisang Mulu Bebe'
Biasanya aku ke sini pada jam pulang kantor. Pak Ai’, teman sekaligus atasanku di kantor yang pertama kali mengajakku di sini. Dan sebelum beliau pensiun, kami sering sekali ke tempat ini di jam setelah pulang kantor. Suasananya nyaman sekali nongkrong di tanjung ini, setelah seharian penat bekerja, kemudian dengan motor menuju ke sini menembus udara sore kota Tobelo, menikmati pisang goreng dengan dabu-dabu, air guraka sambil ngobrol  tentang masalah pekerjaan maupun berbagi pengalaman lainnya dengan beliau yang sudah aku anggap seperti orang tuaku di perantauan ini. Kadang juga aku ke sini dengan beberapa teman lainnya. 

Dari pusat kota Tobelo, hanya dengan biaya bentor Rp. 5000 rupiah sekali antar, kita sudah bisa menuju ke Tanjung Pilawang. Waktu yang paling pas menurutku adalah waktu sore hari. Karena pada saat ini, matahari tidak terlalu menyengat, bahkan semakin sore, panasnya matahari biasanya terhalang oleh awan maupun pohon-pohon yang ada di sekitar.

Anda juga bisa menelusuri sisi lain pantai ini yang agak sepi, atau sekedar hunting foto. Lokasi sekitarnya yang banyak ditumbuhi pepohonan dan semak-semak barangkali bisa menjadi objek yang bagus untuk foto anda. Menurutku, lokasi di ini sangat bagus untuk hunting sunrise. Sedangkan untuk sunset juga tidak kalah menariknya, pemandangan langit di sore hari dengan pantulan cahaya mentari yang semakin memerah di balik pepohonan sepertinya bisa memberikan sensasi yang berbeda.
Sunset di Tanjung Pilawang...
Akses jalan masuk lumayan bagus. Kira-kira 200m dari jalan utama. Hanya saja kalau sudah malam, tidak ada penerangan seperti lampu jalan di sini. Sebaiknya kalo ke sini menggunakan motor, agar lebih praktis saat memarkir kendaraan.

Sunday 13 January 2013

Perjalanan Singkat di Pulau Dodola - Morotai


(Pulau Dodola - Morotai, 16 September 2012)

Ya, Pulau Dodola, itulah namanya. Terletak di Kepulauan Morotai, Prov. Maluku Utara. “Pernah ke Morotai? Jangan bilang pernah ke sana ya kalau anda belum menapakkan kaki di pulau Dodola”. Demikian kata salah seorang teman yang merupakan warga asli Morotai.

 

Ada apa dengan pulau ini? Bagaimana pesonanya? Mengapa sampai pulau ini menjadi kebanggaan masyarakat Morotai? Itulah sekelumit pertanyaan yang membuatku makin penasaran ingin segera ke sana. Dan Alhamdulillah, saat berkesempatan datang ke Pulau Morotai untuk melihat acara Sail Morotai tahun lalu, aku sempat mengunjungi Pulau Dodola ini.

***

Kecewa dengan Sail Morotai

Ngomong-ngomong tentang Sail Indonesia di Morotai nih ya sob, kemarin itu sangat sangat mengecewakan. Menurutku tidak se-wah seperti yang diberitakan di media. Mungkin buat yang di atas panggung iya. Tapi buat kami masyarakat biasa yang penasaran, enggak. Kalo aku lihat sih, acara ini waktu itu cuman buat pejabat saja. Kenapa? Ya kita masyarakat nggak bisa nonton langsung. Tidak boleh mendekat ke area lokasi acara sekitar beberapa ratus meter. Coba saja kalau berani. Apalagi katanya para snipper udah standby di sekitar situ. Ihh.. ngeri… Jadi pertunjukkan apapun di depan pak SBY tidak bisa kami nikmati secara langsung sedikitpun. Bahkan ada masyarakat setempat juga yang kecewa karena sudah kerja keras mempersiapkan daerahnya berbulan-bulan demi bisa melihat pak SBY secara langsung, tapi tidak kesampaian. 

Jangan tanya siapa saja yang ada di atas panggung kehormatan itu, karena aku tidak tahu. Bahkan pengeras suara hanya samar-samar saja. Walhasil, kami hanya bisa menyaksikan pertunjukan terjun payung di langit, parade kapal perang di laut, dan para penari yang akan pulang setelah selesai mengisi acara dan keluar dari "zona terlarang" itu. Mungkn karena alasan keamanan. Tapi, buat apa kalau masyarakat tidak bisa menikmati. Hmm… ya sudah, yang penting bisa ke Pulau Dodola, aku sudah bersyukur banget. Padahal, demi ingin melihat perhelatan ini, kami dan banyak masyarakat lainnya di Tobelo harus menunggu dari sore hingga tengah malam di pelabuhan fery Tobelo, di tengah ketidakpastian informasi boleh tidaknya memasuki Morotai via laut pada H-1. Katanya mau disterilkan lah, ini lah, itu lah. Hadeh.. Tapi untunglah mendekati jam 12 malam, kami bisa tiba di Morotai dengan menyewa speedboat yang saat itu ongkosnya dipatok dengan harga tinggi.

***

Oke, lanjut ke Dodola.

Dari Pelabuhan Daruba, kami menyewa sebuah speedboat menuju Pulau Dodola. Perjalanan ke Pulau Dodola sekitar 30 menit. Selain speedboat, sarana yang bisa digunakan adalah perahu motor. Tarif untuk speedboat saat itu sekitar 750.000 per boat, pulang pergi. Sedangkan untuk perahu motor bisa lebih murah. Namun harganya tergantung situasi. Kalau saat ada acara seperti Sail kemarin, harganya bisa dua kali lipat.

 

Pulau Zum-zum, Morotai

Dalam perjalanan menuju Pulau Dodola, kami disuguhi pemandangan gugusan pulau. Di antaranya ada pulau Zum-zum  yang di pulau ini terdapat monumen Jenderal Pasukan Amerika saat Perang Dunia Ke-II, Jenderal Mc. Arthur. Setiap melihat pulau, dalam hati berkata,”inikah pulau dodola? Yang mana ya?”. Hehe…

 

Cuaca yang panas seolah tidak terasa ketika kita menikmati keindahan laut dan pulau-pulau sepanjang perjalanan. Terlebih ketika Pulau Dodola sudah nampak dari kejauhan. Terlihat Pulau Dodola Besar dan Dodola Kecil seolah tersenyum di seberang sana, menyambut kedatangan kami. Semakin mendekat, pesona pulau ini semakin indah. Mata tertuju pada garis putih di antara kedua pulau ini. Ibarat ada jembatan putih  yang menghubungkan keduanya. Ya, itulah salah satu daya tariknya. Di siang hari, air laut yang surut mengakibatkan kedua pulau ini terhubung dengan hamparan pasir putih yang luas. Hati inipun mulai nggak karuan, ingin segera menapakkan kaki di sana.. aduuh, speedboatnya kog lama sekali yaa??? #pikirku. Hehehe…..



Hap…  Sampailah kami di pulau ini. Saatnya keliling pulau. Targetku, harus sampai ke ujung pulau dodola kecil. Sambil menikmati keindahannya, tak lupa jepret sana sini. Terikanya matahari di siang hari membuat beberapa teman hanya bersantai di seputaran dodola besar saja, yang memang rindang ditumbuhi pohon-pohon. Sebagian ada yang berteduh di pondok-pondok yang disediakan. Di pulau Dodola Besar ini terdapat beberapa cottage untuk menginap. Sudah lumayan terawat. Sedangkan Pulau Dodola Kecil tidak berpenghuni. Teriknya mentari ini tidak mematahkan semangatku untuk berpanas-panasan ria, jalan-jalan seorang diri menyusuri pulau, menyeberangi hamparan luas jembatan pasir putih menuju dodola kecil, mengelilinginya sambil menikmati keindahan pesonanya. Tak lupa narsis-narsisan sendiri dengan kamera dan tripod. Hehe. Saat kaki ini melangkah, setapak demi setapak di atas jembatan pasir putih, pemandangan di sekitar adalah di sebelah kiri pantai, sebelah kanan? Waw.. Hamparan pasir putih yang luas namun sedikit tergenang sisa-sisa air yang surut. Dangkal sekali. Daerah laut dalamnya nun jauh di sana. Hehe…

 

Pulau Dodola Besar, view dari Dodola Kecil

Waaww….. waaaw….. waaaaaaw…… tak henti-hentinya kata-kata itu keluar dari mulutku. Pulau Dodola, memang indah kawan.. Indaaaaaaaah sekali. Pokoknya indah…. Pemandangan di foto-foto yang saya jepret dari kamera poket ini hanya sebagian kecil saja. Aslinya jauh lebih bagus bangeudh lho. Datang dan nikmati sendiri keindahannya. Hehe…

Tiba juga di Pulau Dodola Kecil. Pulau Dodola kecil ini tidak berpenghuni. Namun ditumbuhi pohon-pohon dan semak belukar. Bisa sekedar duduk-duduk malas-malasan di bawah pohon sambil memandangi laut. Ingin mandi? Silahkan… jernih dan bersihnya air laut membuat kita tergoda untuk berendam di dalamnya.

 

Di Pulau Dodola Kecil

Di ujung pulau Dodola kecil, ternyata masih ada hamparan pasir putih yang sangat luaaaasss… luas sekali. Dengan air laut yang menyapu hanya sampai mata kaki hingga betis saja. Tampak di kejauhan ada pulau satu lagi, entah apa namanya, yang “nyaris” tersambung pula… Saking senangnya menikmati, aku hampir lupa dengan panasnya mentari, bahkan waktu yang menunjukkan pukul… -lupa- saatnya kembali ke dodola besar, dan mandi di pantainya.

Menuju dodola besar, aku melewati sisi sebelahnya pulau dodola kecil. Sisi yang lebih ramai. Tiba di pulau Dodola besar, ternyata rombongan sudah rapi semua. Ada apa gerangan? Ternyata mereka sudah siap-siap untuk pulang ke Tobelo. What? Nggak ada acara mandi-mandi di pantai? Atau mandi-mandinya udah tadi yaa saat aku di pulau seberang? Waahhhh…. Ya udah deh, nggak apa-apa. Mari pulang *kecewa dalam hati :( 

Speedboat itu kami carter untuk perjalanan Daruba-Dodola-Tobelo. Entah berapa ongkos totalnya, yang jelas kami masing-masing hanya menanggung ongkos sebagian. Sebagian besarnya lagi ditanggung oleh teman kami, pak Masri sang bendahara.. makasih Pak :D

Sssstt.... jangan ribut..

Well, itulah sepintas mengenai Pulau Dodola, salah satu icon andalan Kab. Pulau Morotai. Indonesia itu indah kawan, indah sekali. Datang dan nikmati keindahannya selagi kita sempat.

Suatu hari, aku ingin ke sini lagi :D

PS: Pengen banget ke sana lagi. Rasanya kurang lengkap kalo ke pulau tanpa ada acara mandi-mandi di pantai, sikat gigi, sabunan -halah:P- pokoknya aku pengen ke sana lagi. Kemarin itu terlalu singkat T-T

*****

Friday 11 January 2013

Laun Dano Kiawa, Sebuah Petualangan Dadakan...


(Laun Dano Kiawa, 04-05 Juni 2011)

Perjalanan ini dadakan. Tidak direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Rencanaku hari ini sebenarnya mau ke Bunaken dengan teman-teman dari Kotamobagu. Namun karena informasi dari mereka tidak lengkap serta komunikasi yang kurang lancar, akhirnya aku memutuskan untuk tidak ikut. Ya sudahlah, males juga. Akhirnya aku pulang ke rumah dengan kecewa. Pas sampai di rumah, kakakku kebetulan ada di rumah dan akan ke Lembah Kiawa lagi, yang sebelumnya dia telah beberapa hari camping di sini. Setelah ngobrol dengan kakakku, dia kemudian mengajakku ke lembah Kiawa. Ini adalah kali kedua aku ke tempat ini.  Pertama kali adalah saat kelas 3 SMP, sepulang sekolah, masih berseragamkan putih biru.

Ada papan namanya di jalan umum.

Laun Dano Kiawa, itulah nama salah satu obyek wisata alam di Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara ini,  yang tepatnya di suatu lembah di desa Kiawa II Kecamatan Kawangkoan. Tempat ini menyimpan pesona alam yang indah, di antaranya hutan kalpataru, sungai, dan banyak air terjun. Terdapat pula beberapa objek wisata buatan, di antaranya Taman Wisata Rohani umat Kristiani dan ada beberapa kolam renang buatan yang bernuansa alam, dengan air panas dan air dingin yang menyegarkan. Dari kota Manado, membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam dengan menggunakan angkutan umum ke desa Kiawa, dan selanjutnya dilanjutkan dengan trekking menuju lokasi lembah.

Karena dadakan, persiapannya pun ala kadarnya.

logistik ala kadarnya

Memulai perjalanan

Dari rumahku di Kecamatan Langowan, hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit ke Desa Kiawa dengan menggunakan mobil. Kebetulan waktu itu, diantar ayahku. Thanks pa… Perjalanan dari rumah hanya aku, kakakku (Che) dan adikku (Buds). Kami bertiga memang saudara kandung dan mempunyai hobbi yang sama, berpetualang. Tiba di desa Kiawa ini sekitar pukul tiga sore. Kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki.

Hehe, aku selalu tersenyum melihat foto ini. Kenapa? Ada yang lucu atau janggal. Coba lihat, adikku di depan dengan daypack-ku, kakakku di tengah dengan carrier-nya yg besar dan berat, sedangkan aku? hanya dengan tas selempang kecil yang berisi hape dan dompet :P. Hahaha…

ini kuburan lho... :O

Selama trekking ke lembah, kami melewati pekuburan masyarakat setempat yang unik. Nisan-nisan yang ada dibentuk macam-macam. Ada yang menyerupai kendaraan mobil, motor, dll. Model nisan yang beraneka ragam dan unik ini seolah menghilangkan kesan angker ketika melewati areal pekuburan di sini. Hehe...

Medan yang dilalui berupa jalan berbatu, tanah, becek, kebun, hutan dan ratusan anak tangga. Sepanjang perjalanan, sesekali kita akan temui di areal hutan, monumen bernuansa Kristiani, di antaranya patung Yesus dan Goa Maria.

 Tiba di Laun Dano Kiawa

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, tibalah kami di areal taman. Kesan pertama melihat areal ini? Aku sedikit kecewa. Karena keadaan tempatnya sudah jauh berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu waktu pertama kali aku ke sini. Sekarang keadaannya sudah kelihatan tidak terurus. Memang untuk memasuki areal wisata alam ini tidak dipungut biaya apapun alias gratis. Aku masih ingat dulu ada kolam kecil yang dilengkapi dengan tempat untuk ganti baju di dekat kolam yang besar ini, namun sekarang sudah tidak nampak lagi. Sudah tertutup pohon, akar dan semak belukar. Air terjun yang dahulu nampak terlihat utuh dari lokasi basecamp, kini hampir terlihat ujungnya saja, tertutup dengan rimbunnya pepohonan. Dan hanya terdengar gemericiknya. Tapi sisi baiknya menurutku, areal taman buatan yang memang dahulu dibangun dengan tangan manusia, kini sudah menjadi hutan kembali. Hutan ini seolah telah merenggut kembali apa yang menjadi miliknya. Hanya tersisa dua kolam renang, air panas dan dingin. Namun kedua kolam ini justru kelihatan masih bagus, karena mungkin sering digunakan oleh pendatang atau masyarakat sekitar. Di tempat ini sudah ada banyak pengunjung. Beberapa di antaranya adalah temanku, saudara, dan beberapa yang lain baru aku kenal saat itu.

 

Siapapun (yang bisa berenang :P) akan tergoda untuk segera menyeburkan diri di kolam yang besar ini. Air yang jernih, alami dan segar. Kolam ini terletak di sebelah bawah tebing lokasi camping kami. Tebingnya tidak terlalu tinggi, bisa loncat dari atas dan nyebur ke kolam. Hehe… di sisi tebing kolam ini, kakaku dan
teman-temannya yang disebut “Keluarga Cendana” membangun semacam saum dari bambu atau orang sini bisanya menyebut “dego-dego”. Enak nih loncat indah dari atas saum. Haha… Akupun tergoda untuk berenang. Ternyata airnya tidak terlalu dingin. Air yang masuk di kolam yang besar ini bukan hanya air dingin. Ada air panas juga yang ikut dialirkan masuk melalui pancuran bambu dari sumber air panas yang masuk ke kolam air panas yang letaknya tepat di sebelah kolam ini. 

Sempat cedera sedikit waktu aku berenang. Karena terlalu asik, aku tidak begitu memperhatikan pinggiran kolam di depan yang bentuknya kayak batu. Plakkk...., kena' deh hidung. haduhhh... Bercucuran deh darah biru. Tapi kog warnanya merah ya? hehe...

Tenda-tenda yang didirikan dilindungi oleh layar di bagian atas. Mungkin karena mereka camping di sini sudah berminggu-minggu, jadi harus ada perlindungan ekstra untuk tenda-tendanya. Aku menempati tenda kakakku yang kelihatan VIP. hehe… Tendanya didirikan di atas papan dan dikelilingi kain. Tidak sembarang orang bisa masuk ke situ lho. Halah…. Dia memang sangat merawat tendanya. Di samping tendanya, dia memelihara burung dara. Hadeh, ini orang camping apa mukim sih? Haha…

  

Kegiatan di malam hari adalah ngobrol-ngobrol, minum-minum (jangan dicontoh yaa.. :P), main kartu dan nyanyi-nyanyi dengan para pendaki lainnya. Ada yang hanya sekedar lewat, ada yang singgah, ada yang datang, macam-macam. Suasana sangat akrab malam itu meski  beberapa di antara kami ada yang baru kenal malam itu.

Tidak jauh dari tenda kami, terdapat pula tenda-tenda yang lain. Ada yang di tengah semak belukar juga. Tidak ada keributan atau insiden sembarangan yang terjadi di malam itu, walaupun ada beberapa yang mabok. Namun keadaan semuanya aman. Tanpa kusadari, dompetku sempat jatuh, namun untunglah ditemukan salah seorang teman.

Day 2: Searching for the Waterfalls

Hari ini kami akan berpetualang menuju ke air terjun yang letaknya di tengah hutan di lembah ini. Teman-teman sebelumnya mengingatkan bahwa medan yang akan dilalui cukup berat. Tidak hanya hutan, tetapi juga akan menyeberangi sungai yang cukup dalam dan berarus. Setidaknya ada 7 (tujuh) air terjun di sekitar sini. Kalau mau jelajahi seluruh rimba ini, bisa lebih. Berhubung waktu yang sempit, kami hanya akan "menjamah" dua di antaranya saja.

Sebelum memulai ekspedisi, foto keluarga dulu :D

Dan petualangan pun di mulai. Kalau tidak salah satu itu masih sekitar jam 09.30 pagi. Selama trekking, kami melewati semak-semak, hutan, medan lembab dan becek, nggak ada ojek :P, berbatu, mendaki, turun, dan yang paling seru adalah melewati sungai yang berarus. Tidak ada jembatan, dan jalan satu-satunya harus menyeberang dengan badan. Kami berpegangan, saling membantu melewati sungai. Karena kalo terbawa arus, wah… bisa bahaya… hehe...

Setelah sekitar 30 menit trekking, dari kejauhan, terdengar gemericik air terjun. Sepertinya destinasi air terjun yang pertama sudah dekat. Tampak di depan air mengalir di antara bebatuan besar. Tapi perjalanan ternyata belum selesai. Kami harus mendaki batu-batu besar yang untuk bisa mencapai lokasi air terjun yang sesungguhnya. Seru...!!!. 

Perjuangan tidak sia-sia. Ini air terjun yang pertama. Aku tidak tau namanya apa, tapi air terjun ini bagus sekali :D

Air terjunnya bertingkat-tingkat. Ingin rasanya mencapai sampai ke tingkat yang pertama, tapi sepertinya susah untuk mendaki tebing yang curam itu. Mungkin bisa kalau mencari alternatif jalan yang lain, namun hutannya sangat lebat dan akan memakan waktu yang lama mencari jalan, sedangkan kami masih harus melanjutkan perjalanan.

Setelah menikmati indahnya air terjun ini, kamipun melanjutkan ke air terjun berikutnya. Medannya hampir sama. Jarak tempuh dari air terjun yang pertama ke yang ke dua ini kira-kira 30 menit. Dan ini dia air terjun yang ke dua. Lagi-lagi tidak tahu namanya apa, tapi tentu saja air terjun ini tidak kalah bagusnya dengan yang pertama. Kata kakakku, dia lebih menyukai suasana di air terjun yang ke dua ini. Bahkan dia sampe mencoba memanjat, meski tidak sampai separuhnya. Permukaan tebing lumayan curam dan licin. Bahkan salah satu temannya pernah ada yang jatuh, namun untungnya masih bisa selamat. Itu tuh korbannya, yang pake baju merah marun. hehe...

Setelah sedikit puas, - waktu sempit sih - saatnya kembali ke basecamp. Kembali kami melewati medan yang tadi. Tak lupa, naluri kenarsisan mewarnai perjalanan kami. Bahkan sambil main-main, ada teman yang berpura-pura cedera, sehingga seolah-olah harus ditandu. Haha… niatnya mau pura-pura, tapi memang karena tidak punya insting artis, sandiwarapun tidak berhasil. Hahahaha…
Sesampainya di basecamp, kembali narsis-narsisan. Hehe.. kemudian berenang membersihkan diri, dan bersiap untuk pulang. Dan kali ini, yang pulang ternyata bukan hanya bertiga, tetapi satu rombongan. Hehe...



Banyak hal yang menjadi pelajaran yang saya dapatkan dalam petualangan ini. Persaudaraan, persahabatan, perjuangan, kebersamaan, serta kecintaan kepada alam. Bagaimana menikmati keindahan alam serta menjaga kelestariannya dari sisi yang berbeda. Kembali merasakan sensasi petualangan masa lalu yang sempat terkubur oleh padatnya rutinitas pekerjaan. Mendapat banyak pelajaran berharga tentang makna lain kehidupan melalui cerita pengalaman dari para pencinta alam.

Terima kasih yang tak terhingga kepada kakak, adik, saudara, dan teman-teman Keluarga Cendana yang sudah menyambut dengan hangat. Terima kasih juga telah menemani dan sama-sama menikmati keindahan alam Laun Dano Kiawa. Sungguh pengalaman indah, seru dan menantang yang tidak terlupakan.

PS: Perjalanan turun ke lembah sih enteng saja. Tapi pas kembali, wuihh.. Sumpah, capeknya itu... waw... kayak habis lari keliling stadion. Anak tangga-nya ternyata banyak banget. Keringat yang keluar kayak butiran jagung dan menganak sungai. haha... Tapi seru, sekalian membakar lemak :D

***

Tips perjalanan menuju Laun Dano Kiawa

  • Transportasi dari Manado (terminal Karombasan) – Kawangkoan dengan angkutan umum Rp. 12.000 (harga sampai dengan postingan ini dibuat), nanti minta turun di pertigaan jalan di Kiawa dekat Gereja. Kemudian tinggal jalan kaki;
  • Sebaiknya ada guide. Lebih bagus kalau ada kenalan, saudara atau teman yang sudah mengenal medan;
  • Udara di sini menurutku tidak terlalu dingin. Namun bagi sebagian orang mungkin di sini cukup dingin.
  • Jangan buang sampah sembarangan lho yaa. Ada mitos kalau terlalu kotor, katanya akan ada yang marah. hehe...

*****