(Manado, 2 Desember 2014)
Cuaca cukup cerah pagi ini. Dan akupun telat beberapa menit. Hehe..
sampe-sampe ditelpon coach tadi.
Waduh, jadi nggak enak nih. Hari ini rencananya akan nyelam dua kali diselingi
dengan teori. Coach dan para asisten instruktur ini on time. Sebelum jam 07.30 sudah ada di lokasi. Kecuali kalau cuaca tidak mendukung.
Latihan kali ini ditemani oleh om Fani, asisten coach yang berpenampilan nyentrik. Saat sesi praktek sebelum
latihan teknik yang baru, aku disuruh mengulangi lagi materi yang sudah
dipraktekan di hari-hari sebelumnya. Teknik baru yang aku pelajari hari ini di
antaranya adalah bagaimana melepas peralatan selam (masker, pemberat maupun
BCD) selagi di dalam laut, kemudian menggunakannya kembali. Ada juga prosedur “Emergency Ascent”, yaitu apabila dalam
keadaan darurat dan kita terpaksa harus naik ke permukaan air sambil
sedikit-sedikit mengeluarkan udara lewat mulut. Cara ini sebenarnya tidak
terlalu aman, karena prosedur yang benar adalah harus menyelam ke permukaan
dengan kecepatan 18 meter per menit atau paling tidak 9 meter per menit dan melakukan savety stop di kedalaman 5 meter selama
3 menit untuk menetralisir kadar hydrogen dalam tubuh. Jadi bisa dikatakan
kalau melakukan Emergency Ascent dapat berakibat mengalami penyakit dekompresi
atau bends. Dari penjelasan tadi bisa
dikatakan bahwa penyakit dekompresi ini disebabkan karena nitrogen tidak dapat
dilepaskan seluruhnya dari tubuh sehingga tubuh kelebihan nitrogen. Gejala dari
penyakit ini antara lain gatal-gatal, sakit pada persendian bahkan kondisi
terburuknya adalah bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Salah satu
kenalanku ada yang pernah mengalami sakit dekompresi karena naik tiba-tiba saat
oksigennya habis. Katanya, dia merasa sangat tidak bersemangat selama kurang
lebih sebulan. Jangankan beraktifitas, bahkan untuk makan atau berbicarapun
rasanya sangat-sangat tidak berselera.
Oh, ya, praktek Emergency Ascent hari ini dilakukan di
area dangkal, jadi aman. Hehehe… tadi waktu praktek juga aku sempat salah,
yaitu lupa menghembuskan nafas pelan-pelan. Untung saja prakteknya di tempat
yang tidak dalam. Ternyata nih ya sob, kalau prosedur itu tidak dilakukan,
akibatnya bisa berbahaya bagi paru-paru kita lho. Intinya, jangan pernah
menahan nafas selagi di kedalaman. Saat naik ke permukaan karena emergency
ascent atau melepas regulator, hembuskan nafas sedikit-sedikit (bisa sambil
nyanyi katanya, hehe…) tapi jangan sampe habis. Haha… kenapa? Karena apabila saat naik
ke permukaan dan seorang penyelam menahan nafas, maka udara yang ada dalam paru-paru
akan mengembang. Jadinya volume udara akan bertambah sampai dua kali lipat, sehingga
pada batas tertentu bisa-bisa pecah paru-parunya. Wew… hati-hati lho. Ngeri…
Ada juga materi melayang sambil duduk bersila yang disebut “The Buddha
Hover”. Keren liatnya. Sambil bersila dan melayang, bisa naik bisa turun
tinggal bagaimana kita mengatur buoyancy atau daya apung melalui tarikan dan
hembusan nafas. Agak susah memang pada awalnya. Untung om Fani cukup sabar
ngajarinnya. Hehe…
The Buddha Hover (sumber: Googling) |
Praktek kemudian dilanjutkan dengan teknik menyelam tanpa melihat, tentu saja dengan dituntun oleh buddy. Masker dilepas, pedih donk yaa matanya kena air laut, jadi aku tutup mataku sambil sesekali ngintip dikit. Lama-lama nggak perih sih. Lalu buddy tadi memegang dan menuntun kita sejauh beberapa meter. Kemudian masker ku dipakai lagi, dan tentu saja melakukan masker clearing.
Setelah beberapa menit praktek, baik di saat penyelaman pertama maupun
ke dua, tentu saja kami lanjutkan dengan berkeliling. Saat
berkeliling, aku baru ngeh kenapa di
hari ini disuruh pakai boot yang artinya menggunakan fins jenis open heel yang
berukuran agak besar yang tentu saja daya kayuhnya lebih kuat. Ya, ternyata
hari ini kami menjelajah ke area laut yang lebih dalam. Wow….
Di kedalaman sekitar 15-22 meter, ternyata terumbu karang di pantai
Malalayang ini cukup beragam. Banyak soft coral-nya juga. Ikan-ikan makin padat
aja. Warna terumbu karang maupun ikan di kedalaman ini kelihatan kurang
berwarna warni. Dan aku baru tahu saat sesi teori di jeda waktu antara
penyelaman pertama dan kedua tadi, ternyata semakin dalam, secara kasat mata,
ketajaman penglihatan di bawah air akan rendah karena adanya penyerapan cahaya
oleh air. Kontras warna seolah berkurang atau dengan kata lain, warna warni di
dalam air tidak akan tampak seperti saat kita melihat warna warni tersebut di
permukaan. Pantesan waktu di dalam, kelihatan warnanya tidak terlalu beragam.
Padahal kalau dilihat hasil foto yang menggunakan flash atau penerangan di bawah air, kelihatan warna warninya.
Makanya kalau airnya jernih banget dan langit lagi cerah, mungkin akan lebih
kelihatan keanekaragaman warnanya.
Demikian juga dengan suara. Ada perbedaan dengan di daratan. Di bawah
air, kecepatan suara bisa beberapa kali lebih cepat dibandingkan di darat.
Pantesan beberapa penyelam ada yang membawa besi untuk dibunyikan di dalam air
sebagai penanda.
Aku belum berani foto-foto di bawah laut sampe hari ini. Mau fokus belajar dulu. Nantilah kalo udah sedikit mahir. Ahhh, padahal tanganku udah gatel banget liat objek-objek bawah laut di kedalaman ini. Naluri pengen motret kian bergelora dalam diri. Tapi dipendam dulu. Hehe....
Hari ini banyak sekali ilmu, baik teori maupun praktek yang
didapatkan. Besok rencananya “hanya” fun diving saja. Kata coach, kalau ada
yang mau ke Bunaken, nanti aku bisa diikutkan. Tapi kalau tidak, berarti akan
menyelam di seputaran pantai Malalayang saja. Oke, tidak sabar untuk besok.
Tapi, besok hari terakhir kursus :(
***
Tips dari pemula. Sotoy nih. Hehe...:
- Baca dan pelajari buku panduan. Ada materi-materi fisika di situ, mungkin nyelimet. Tapi yang penting bisa dipahami maksudnya;
- Jangan khawatir kalau belum luwes melayangnya. Mesti latihan, latihan dan latihan, terutama teknik melayangnya. Jam terbang juga penting. Seperti kata pepatah, alam bisa karena biasa;
- Di youtube banyak video teknik menyelam. Bisa jadi referensi.
*****